Tentang Kegundahan

Januari cepat sekali berlalu, baru kemarin terompet pertanda tahun baru bersahutan, berebut berbunyi paling keras.

Diluar kamar kosku mendung gelap, berasa sudah jam 5 sore, padahal ini baru jam 2 siang. lampu kamar kunyalakan, sedikit terang sekarang. 

Mahasiswa tahunketiga ini sedang kurang kerjaan, mencoba menulis kembali di blog lamanya--yang entah karena apa tulisan-tulisannya sudah dihapus semua.

Kenapa baru menulis lagi?

Anggap saja sebagai salah satu resolusi tahun ini, mumpung masih bulan ke-dua.

Kegundahan?

Iya, ini soal kegundahanku sendiri.

Mungkin perasaan yang kualami ini juga dialami orang lain, tapi mungkin juga tidak. Aku, adalah pribadi yang rumit menurutku sendiri. 

Mungkin bagi teman yang mengenalku, aku tidak begitu--yah meskipun aku tak pernah tau apa yang mereka pikirkan tentangku. Menurutku, aku terlalu acuh. Acuh dan enggan menaruh simpati pada apa yang telah terjadi di masalaluku sendiri. 

Aku sering lupa masalah-masalah yang sudah selesai kutangani dengan orang-orang disekitarku, yah mungkin kecuali masalah yang benar-benar serius seperti.. apa ya? 5 menit kuingat-ingat ternyata tak ada yang kuingat, sudah lupa (mungkin aku akan ingat jika seseorang mengingatkannya).

Nah, inilah. 

Aku sering lupa tentang masalah yang sudah terjadi dan sudah diselesaikan dengan baik. Sama seperti aku sudah lupa--kira-kira 40% memoriku bersama orang-orang yang sudah jarang kutemui 4 tahun belakangan ini (kecuali mereka mengingatkanku, dengan pemicu seperti foto, atau cerita langsung dari mulut mereka). 

Aku pelupa yang ulung, tapi bukan berarti aku sengaja melupakan, sepertinya otakku sudah dirancang sedemikian rupa menjadi seperti sekarang ini. Membuat jengkel diri sendiri memang,

Sudahlah, yang pasti ini bukan masalah mudah merelakan, mudah melupakan, atau terlalu enggan memperhatikan (diri sendiri), ini masalahku dengan diriku.

Sekarang diluar hujan lebat sekali, sambil menulis ini, radio Prambors memutar lagu Rewrite The Stars covernya James Arthur vt Anna Marie.

Di penghujung Desember kemarin, seorang teman meyatakan keheranannya perihal musim akhir-akhir ini. Sudah masuk musim penghujan tapi masih panas menyengat saja di siang hari. Hujan tak kunjung turun katanya. Kenapa jadwal hujan mundur begitu lama?--itu yang diherankan temanku. 

Kujawab asal;  mungkin kiamat sudah dekat, makanya banyak amal!. Namun percakapan itu tidak berlanjut membahas hujan, musim, apalagi kiamat, tapi pembahasan beralih ke hal yang tidak penting lain. 

Teman itu teman jauh, teman yang tak pernah kutemui, sudah tiga tahun hilang komunikasi, namun entah kenapa semesta membuatnya bisa bersua kembali. Nah tentang temanku itu juga secuil kisah kerumitanku, tentunya tentang diriku sendiri. Ada sisi kekanakan yang membuatku tidak banyak berfikir panjang, membuat rumit orang-orang yang berhubungan denganku, terutama pertemanan seperti ini. 

Bahkan tanpa sadar, aku sekali duakali pernah kehilangan sahabat. Jika dibandingkan dulu dan sekarang hubungan kami sudah jauuuuuuuuuuuuuuuh berbeza. Memang manusia tidak pernah sama, mungkin aku atau dia yang berubah yang kemudian menjadikan persahaban kami yang jadi korbannya.

hmmm...

Diluar hujan deras ternyata mengajak angin dan petir berpesta, seolah menyemangatiku untuk terus menulis kegundahanku tentang diriku sendiri disini.

Prambors sekarang memutar lagu Solo-nya Clean Bandit, suaranya mulai tersamarkan karena derasnya hujan, tidak salah lagi diluar sudah banjir sematakaki. Barusan aku keluar untuk mengecek jemuran baju kemudian memindahkannya ke sisi pojok yang jauh dari cipratan air.

Sampai jumpa di tulisanku yang-tidak-jelas-apa-yang-dibahas selanjutnya.

Bye!

Surabaya
Fri, February 1 2019.

Komentar

Postingan Populer