Kursi Plastik Persegi Panjang di Warung Kaki Lima Pinggir Jalan
Hai internet! Beberapa hari yang lalu I got an accident, kecelakaan kecil tapi sakitnya sampai sekarang masih terasa.
Sejak meninggalkan umur belasan, entah kenapa aku jarang sekali jatuh, tertimpa barang berat, terpeleset ataupun kecelakaan-kecelakaan kecil yang sangat sering terjadi waktu masih seumuran sd-smp-sma.
Mungkin karena terlampau berpengalaman soal jatuh, badan sudah terlatih untuk lebih waspada, meskipun yah kita tidak bisa memungkiri bahwa kejadian apapun pasti ada keterlibatan Sang Pencipta, sesuai kehendak-Nya.
Kecelakaan kecil yang kumaksudkan adalah jatuh terduduk. Kalian pasti pernah kan, jatuh dengan posisi duduk, entah karena terpeleset, terjungkal, atau salah posisi duduk. Kasusku kali ini adalah terjungkal dan terperosok entah apalah itu. Yang pasti aku duduk dengan tanpa kursi di belakangku, otomatis badan dengan berat 55kg ini jatuh dengan tulang ekor menumpu badan yang terbanting sedemikian keras.
Sebelum terjatuh dengan sempurna, aku duduk dengan cantik di kursi plastik ukuran persegi panjang yang biasa bertengger di warung kaki lima pinggir jalan. Bisa kalian bayangkan kan seberapa tingginya. Nah, ketika aku berdiri hanya beberapa detik untuk membetulkan sesuatu di meja depanku, tanpa sadar ada yang menarik dan memindahkan kursi yang kududuki.
Kejadian itu sangat cepat, ketika aku kembali duduk (yang pikiranku menyadari kalau ada kursi di belakangku) hanya sepersekian detik kemudian aku sudah jatuh terduduk di bawah dengan tangan kiri sempat menahan posisi belakang badan.
Rasanya? Yang pasti jauh lebih sakit daripada waktu jatuh di umur belasan. Belum ditambah rasa malu.
Seketika pikiran logisku mengirim sinyal ke perasaan untuk mengekspresikan rasa sakit. Dengan menangis. Kebetulan disampingku duduk bulek, aku tidak mengindahkan kalau bulek sedang memangku Arsyi, sepupuku yang belum genap setahun. Sambil menangis di pangkuan bulek, tangan bulek kuremas sampai rasanya sakit ini bisa kutransfer ke tubuhnya.
Arsyi yang tiba-tiba merasa ada yang merebut kenyamanannya kemudian tak mau kalah, ikut menangis keras sekali. Aku dan Arsyi menangis bersahutan, seolah saling berusaha berebut perhatian.
Jujur sudah lama sekali aku tidak merasakan sakit yang sangat menyiksa selain sakit gigi 5 tahun lalu. Pengalaman phisical pain ini menambah daftar banyak jenis rasa sakit yang pernah kurasakan, huwalaa~
Sampai dirumah, umik abi menambah ekspresi sakitku (menangis) yang sudah berhenti beberapa menit sebelum sampai rumah. Istirahat di kamar, aku malah menangis lebih hebat daripada saat jatuh. Kenapa? Perhatian abi dan omealan umik yang biasa kurasakan dan kudengar saat masih bocah, setelah bertahun-tahun tak pernah terjadi, saat itu terasa sangat indah sekali, nostalgia yang aneh.
Meninggalkan kegiatan masak di dapur Umik langsung ke rumah wak Misyani, mbah tukang pijit langganan kami. Ternyata mbah Mis sedang tidak dirumah, melayani pasien yang sudah ambil janji lebih dulu. Keesokan paginya, mbah Mis baru bisa datang.
Proses membenarkan otot yang terjepit, terselip dan terbanting itu memakan waktu lebih dari satu jam. Kata mbah Mis, aku beruntung karena bisa ditangani lebih cepat, kalau saja dua hari lagi baru bisa dipijit akan jadi lebih parah sakitnya.
Awalnya terasa seperti pijit biasa, lama kelamaan menjadi sangat tidak biasa. bagian-bagian di kedua kakiku mulai muncul warna biru lebam, mbah Mis bilang itu otot yang pindah posisi ketika aku jatuh.
Wah waktu dipijit, sakit luar biasa, aku menangis sejadi-jadinya. Kalau dulu waktu kecil dipijit seperti ini sambil berontak tidak mau, kali ini berbeda, pikiranku lebih logis. Kalau tidak dipijit sekarang, kapan sakit ini akan selesai. Jadi sambil menangis pasrah, sakit itu berusaha kunikmati.
Ternyata bukan hanya kedua kaki saja yang ototnya berpindah-pindah. Tangan kiriku juga terasa sangat sakit, tepatnya di posisi bahu kiri. Aku coba mengingat-ingat, ternyata ini karena waktu jatuh, tangan kiriku menahan posisi belakang badan, jadi saat bahu menahan beban badan, otot bahu terkilir, itu penjelasan mbah Mis, sangat masuk akal.
Mbah Mis menyuruhku membandingkan bahu kanan dan kiri, memang berbeda. Bahu kanan normal saja, tapi yang kiri, bengkak dan terasa keras saat dipijit.
Terakhir kali dipijit mbah Mis sebelum karena jatuh ini mungkin 5 bulan yang lalu. Mbah Mis bilang badanku masih kurus waktu itu, ya memang sebelum Ramadan aku tidak seberat sekarang.
“nak, misal tibohmu pas kuru iko malah gak karu-karuan loroe, untung saiki awakmu lemu dadi gak nemen”, kalimat mbah Mis yang itu benar-benar membuatku sadar, aku harus menurunkan berat badan secepatnya—setelah sembuh total dari sakit jatuh ini.
Kadang beginilah hikmah yang terjadi di setiap kejadian, ketika sekalinya berat badan naik, Allah kasih cobaan sakit lewat jatuh ini. Kalau saja aku jatuh dengan berat badan yang jauh lebih ringan dari sekarang, mungkin bukan hanya bahu dan kakiku saja yang sakit luar biasa, tidak ada yang tahu kan apa yang akan terjadi.
Intinya, kita harus bersyukur, sabar serta ikhlas dari sekian banyak kejadian. Tidak mengutuk nasip tapi berusaha menerima kemudian menikmati. Semoga kita termasuk manusia yang ikhlas atas setiap kejadian, entah baik atau buruk semua itu kehendak Pemilik Hati.
Sekarang, sakit di kedua kaki sudah tidak terasa, tinggal bahu kiri dan tulang ekor yang masih terasa nyeri kalau dibuat duduk, posisi dari duduk kemudian berdiri dan sebaliknya.
Kejadian ini juga membuatku lebih waspada dan hati-hati. Celaka bisa datang kapan saja dan dimana saja, hal yang kita siapkan adalah dengan lebih hati-hati dan tidak grusa-grusu kalau mau ngapa-ngapain, huehe.
Semoga bermanfaat!
Komentar
Posting Komentar