Inilo Skripsi yang Kupusingkan
Ga bisa kupungkiri kalau nulis kayak gini bisa buang sedikit beban, meskipun sedikit setidaknya lega terbuang.
Sambil
dengerin lagu-lagu Bol4 juga IU, pagi ini aku membaca ulang sumber rujukan
teori proposal skripsi yang sedang kukerjakan, ya iya siapa lagi yang ngerjain
kalau bukan diri sendiri—dibimbing bu ibu dospim terbaik, dan juga selalu
dibimbing Allah, Alhamdulillah.
Meskipun
udah sidang proposal pada 27 Februari, di April ini aku masih sibuk revisi dan
nambahin beberapa teori rujukan (mengingat Maret kemarin full sebulan ga ngerjain samasekali). Hasil kerjaan revisian 2
minggu ini tentulah belum bisa lanjut analisis, ya meskipun dospim 1 udah bilang
bisa lanjut, aku masih butuh bimbingan dospim 2, ada beberapa masukan dari
beliau yang terpaksa dihapus dospim 1. Sebagai mahasiswa yang masih butuh
bimbingan, aku gabisa membiarkan ketidak sesuaian dospim 1 dan 2 membuat
penelitianku mumet yang berakhir ga selesai-selesai hanya karena perkara metode
analisis yang berbeda antar kedua dospim.
Setelah
bimbingan online dengan dospim 1—yang
seru sekali malam minggu kemarin, dan lanjut sampai minggu paginya. Kuputusin
buat rehat sebentar duahari selanjutnya, senin-selasa. Karena dosen pembimbing
juga sedang sibuk nguji temen2 yang belum sidang proposal—tepatnya ini sidang
gelombang kedua, jadwalnya mundur beberapa minggu karena pandemic covid-19.
Apa daripada
tulisan ini jadi makin ga jelas karena tetap saja isinya bakal soal curhatan
juga keluhan milikku, lebih baik aku ngoceh soal isi proposal skripsi aja?
Itung-itung ngukur apa iya aku faham hahahahaa.
Pertama
waktu mutusin judul aku beneran iseng. Karena gatau kenapa akhir taun waktu
ikut kelas Discourse Analysis bisa excited bgt sama materinya, apalagi
tentang Critical Discourse Analysis
yang wah bakal hebat aja kalau misal aku beneran bisa ngerjain analisis itu.
Sepanjang
perkuliahan Discourse yang cuman 3
bulan—karena kepotong jadwal magang di Thailand. Waktu kuliah Discourse aku beneran niat bgt ngerjain
satu demi satu tugas-tugasnya. Padahal dari semua mata kuliah linguistics, ga satupun pernah terpaut
hati, termasuk Sematics yang aduh
bahas Speech Act sampai ke akar bisa
puyeng yang berujung laper. Meskipun jujuuuuur bgt waktu kuliah Discourse metode CDA yang kufahami
sejauh ini cuman punya Van Dijk yang
three dimension; text, social cognition sama social context. Selain itu yang dari Wodak, Fairclough dan entah
siapa2 lagi, aku ga faham.
Discourse itu apa sih, bahasa Indonesianya
“wacana” Critical Discourse Analysis (CDA)
adalah Analisa Wacana Kritis. Wacana bisa berupa text lisan atau tulisan, kalau
pembicaraan ditranskrip jadi tulisan tetep jadi spoken discourse, karena emang sumbernya dari wacana ucapan bukan
tulisan. Nah contoh wacana banyak, ada berita di koran, pidato seseorang,
percakapan langsung, percakapan telepon, bahkan status di berbagai social media,
juga statemen yang dilontarkan petinggi2 atau orang penting.
Nah wacana
gabisa langsung keluar gitu aja kan, ada proses, juga pengaruh social, situasi
juga kapasitas pengetahuan si pembuat wacana yang kemudian menghasilkan efek bagi pendengar atau
pembacanya. Misal, ketika seorang reporter berita menulis berita di koran, isi
dan maksud yang disampaikan bisa jadi memiliki arti yang berbeda jika dibaca
oleh pembaca yang berbeda. Keterbatasan pengetahuan, pengalaman, ideology serta
keadaan social si pembaca juga bisa jadi salah alasan tersebut. Menarik gak? lalu
gimana kita bisa tau hal2 tersebut, ya dari Discourse
Analysis, menganalisa wacana, lebih dalamnya melalui analisa wacana kritis,
bukan hanya menganalisa wacana saja, lebih dari itu, si analis juga mengkritisi
dari aspek sosial serta situasional dengan sudut pandang yang imbang, tidak
berat sebelah, jadi hasil analisanya bisa mendekati kebenaran—meskipun who knows kan kebenaran hanya milik
Allah semata, ehe.
Kata bu
dosen Discourse, dengan memahami
langkah-langkah menganalisa wacana secara kritis, kita bisa lebih bijak dan
cerdas dalam menerima informasi, gak gampang kemakan hoax dan ikut arus. Nah
waktu awal masuk perkuliahan Discourse
itu lagi sentimen banget bahasan soal politik dan pemilihan presiden. Aku yang
sempat sedikit fanatik dengan salahsatu paslon jadi kebuka, tobat ditampar
materi CDA.
Bodoh aja
kalau misal aku masih jadi aku yang waktu belum mengenal CDA. Alay ampun hzzz.
Maksudku
bukan mengeneralisir kalian yang ga faham CDA jadi bodoh kayak aku, bukan.
Kalau kalian pemeluk Islam, pasti pernah dengar tabayyun kan? dalam Al-Quran jelas tertulis;
QS. Al-Hujurat ayat 6: "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kamu seorang fasik membawa suatu berita, maka bersungguh-sungguhlah mencari kejelasan agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa pengetahuan yang menyebabkan kamu atas perbuatan kamu menjadi orang-orang yang menyesal."
Nabi Muhammad ngajarin umatnya, kalau menerima informasi harus tabayyun terlebih dahulu, kroscek kebenaran berita baru menyebarkannya. CDA juga sama seperti tabayyun, bedanya CDA lebih akademis karena melalui tahapan-tahapan dan metode analisis sesuai dengan pencanangnya.
QS. Al-Hujurat ayat 6: "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kamu seorang fasik membawa suatu berita, maka bersungguh-sungguhlah mencari kejelasan agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa pengetahuan yang menyebabkan kamu atas perbuatan kamu menjadi orang-orang yang menyesal."
Nabi Muhammad ngajarin umatnya, kalau menerima informasi harus tabayyun terlebih dahulu, kroscek kebenaran berita baru menyebarkannya. CDA juga sama seperti tabayyun, bedanya CDA lebih akademis karena melalui tahapan-tahapan dan metode analisis sesuai dengan pencanangnya.
Gak pernah
seseneng ini ternyata kuliah bahasa hebat bukan kepalang wkwkwk. Meskipun aku belum
kunjung jadi hebat seperti bapak ibu dosen huhuhu.
Eh kan
ngelantur lagi..
I should’ve nerangin proposal skripsiku gak sih,
di sini.
Pertama, waktu
bingung nentuin penelitian skripsi, aku asal comot ambil topic yang lagi happening, waktu penghujung 2019 itu si
Greta Thunberg sedang jadi trending topic.
Diberitain di berbagai kanal berita, sampai diundang juga di reality show nya Ellen D’Generous,
Trevor Noah dan banyak lagi. Greta adalah remaja dari swedia yang sedang getol-getolnya
menyuarakan tentang dampak climate change
juga how we prevent it, dia juga
sempet speech di TED x Stockholm 2018 lalu, beberapa bulan sebelum speech nyadi UN Climate Change Summit 2019 heboh.
Speech di
TED dan UN berbeda, di TED dia bicara lebih panjang, di UN dia bicara singkat,
gak sampai 500 kata, dan menariknya emosional sekali, mukanya terlihat marah,
juga suaranya terdengar menahan air mata. Seperti duta bumi, Greta seolah
menunjukkan perasaan kesal, marah dan sakitnya bumi yang tersakiti oleh
meningkatnya emisi karbon karena ulah manusia~
Saat remaja
lain sedang puber dan sibuk dengan perasaannya ngurusin tentang cinta untuk
pertamakali, dan baru mengenal buanyak hal2 baru yang menyenangkan, si dek
Greta ini sudah suibuk dan ngotot banget menyuarakan tentang sekaratnya kondisi
bumi. Dari sudut pandang analis bahasa, ini sangat menarik untuk dibahas. Dan
karena efeknya jadi banyak yang merhatiin Greta dan juga gerakan turun jalan di
hari Jumat—yang di inisiatori Greta jadi makin banyak diikuti siswa di berbagai
penjuru dunia, hal ini jadi sangat menarik. Bagaimana bisa Greta memberikan efek sebegitu besar.
Oh iya, kegiatan turun jalan yang kumaksud itu FFF, atau Friday for Future. School Strike for Climate gagasan Greta ini masih berjalan sampai sekarang, meskipun sedang ada pandemi corona di seluruh penjuru negara di dunia, kegiatan tersebut dilakukan secara online. Bahkan kegiatan demo tersebut tercatat sebagai demo tentang climate change terbesar sepanjang sejarah, serentak diikuti orleh orang2 di tempat yang berbeda. FFF online dilakukan dengan memposting foto dengan membawa tulisan tentang climate change, yang kemudian diposting dengan hashtag #Climatestrikeonline #FridayForFuture #Schoolstrike4climate
Oh iya, kegiatan turun jalan yang kumaksud itu FFF, atau Friday for Future. School Strike for Climate gagasan Greta ini masih berjalan sampai sekarang, meskipun sedang ada pandemi corona di seluruh penjuru negara di dunia, kegiatan tersebut dilakukan secara online. Bahkan kegiatan demo tersebut tercatat sebagai demo tentang climate change terbesar sepanjang sejarah, serentak diikuti orleh orang2 di tempat yang berbeda. FFF online dilakukan dengan memposting foto dengan membawa tulisan tentang climate change, yang kemudian diposting dengan hashtag #Climatestrikeonline #FridayForFuture #Schoolstrike4climate
Nah
mengetahui fakta-fakta menarik tersebut, nekatlah aku mengajukan judul “A CDA of Greta Thunberg Speech to World
Leaders in UN Climate Action Summit 2019”.
Padahal ilmu
CDA ku hanya sebatas penasaran, dan takjub.
Lalu
kemudian hari-hari berat terjadi, dari mulai pertanyaan kecil dan sederhana
yang dilontarkan ibu2 dosen pembimbing waktu bimbingan. Yang akhirnya membawaku
menjadi sekarang, terimakasih kepada.. heee nid belumm nid belummm.. (mulai
error)
Waktu
ditanya pilih metode analisisnya siapa, aku asal jawab;
“Van Dijk, mam”
Seolah
fuaham betul analisis pakai caranya pak Van Dijk, padahal sumpah, pas Januari
kemarin aku bahkan belum faham gimana tahapan analisisnya. Setelah berbagai
masukan research question juga tujuan
penelitian, akhirnya dapat poin kalau melalui penelitian ini aku bakal reveal the power didalam spoken discourse yang menjadi subject penelitian ini, pidato Greta
Thunberg di UN Climate Action Summit 2019.
Nah karena sudah
ditentukan tujuan sekarang masuk ke tahap teori, pakai teori apa aja, karena
teori ada buanyak kan ya jadi pusing. Harus dibaca semua, lalu disimpulkan.
Karena
pendekatan CDA Van Dijk melalui 3 tahap, text,
social cognition, dan social context.
Aku harus cari teori-teori rujukan untuk menganalisis utterance/ucapan yang ada dalam pidatonya dek Greta itu.
Dospim 2
bilang kalau analisa text bisa pakai Speech Act nya Ausin dan Searle, oke
done.
Social cognition jelas pakai teori Van Dijk, done
juga, ini acc dari kedua dospim.
Nah untuk social context aku inisiatif pakai Hymes
contextualize linguistics analysis,
yang akronim
SPEAKING model; setting and
scene, participants, ends, act sequence, key, instrumentalities, norms and
genres. Ini tentu sudah acc dospim 1 dan 2.
Ada masalah
di power, untuk reveal power dalam discourse
tersebut tentu aku butuh teori dan indicator
kan, indikator-indikator yang menentukan ukuran power itu yang seperti apa.
Urusan ini waktu sidang kemarin diskip, karena jadwal sidang mendadak dan aku
terpaksa harus maju karena proposalku 80% siap dan bisa diuji, untuk koreksian
teori-teori bisa menyusul setelah sidang.
Lalu,
setelah 3 indikator power kutemukan (hari minggu kemarin); ada individual actor, symbolic power dan
strategic situation. Yang di dalam strategic
menurut Van Dijk ada 3 hal yang
mengacu pada; menunjukkan cara yang digunakan, menentukan cara tindakan dan
menerapkan prosedur yang digunakan. Jadi ada 5 indikator yakan. Pusing pusing
sumpah huhu.
Sudah dong,
tinggal langkah analisis. Namun.. ada yang luput gaes gaessku.
Karena pakai
pendekatan Van Dijk yang 3 tahapan ituuu. Untuk menganalisis text nya pakai teori macro-micro nya Van
Dijk. Bukan pakai teori Speech act nya Ausin dan Searle. Sepertinya si mam
dospim 1 luput membaca kalau ada Speech Act di proposalku, beliau bilang;
[7:51 PM,
4/11/2020]
“power
indicatorsnya ok. speech act tadi ngga perlu kayanya”
Kalimat itu
dikirim minggu malam, waktu sedang seru-serunya diskusi masalah indicators of
power.
Nah untuk
analisis macro-micro baru disampaikan bu dospim hari minggu pagi, ya meskipun
malamnya ku sempet nyinggung soal macro-micro yang teorinya belum kutulis di
proposal. Begini isi pesan WhatsApp beliau;
[6:44 AM,
4/12/2020]
Analisis
step 1: mengkelompokkan ujaran2, kata, phrasa kedalam masing2 indikator, boleh
pakai tabel, lalu penkodean, diberi kode,
Step 2: tiap
nomor dianalisis, tujuannya memahami ujaran yang pressing world leader, bisa pakai langkah van dijk,
micro baru macro, micro bahasa dkk, macro yang ada 11 itu ( analusa bahasa, ya
makna, fungsi, context, cohesion... sampai pada makna bahwa dia pressing World Leaders dg
ujaran tsb
Step 3:
menyusul
*******
Untuk
informasi aja, kita bimbingan sudah online mulai Januari (karena aku magang)
dan April ini (tentu karena physical distancing covid-19), Februari sempat
bimbingan tatap muka, karena memang bisa bertemu sebelum sidang.
Dan
sekarang, aku sedang pusing mencari teori micro macro juga mulai analisis tahap
pertama. Ayolah ga pake ngeluh, toh diriku sendiri yang ambil keputusan ambil topic ini. Semangatlah.
Ah siapa mau
baca tulisan panjang ini, lagi-lagi.
Selamat hari
Rabu dan tetap jaga physical distancing
ya…
Bye, sampai
jumpa di tulisan-tulisanku yang semakin ga jelas arah blog ini sebenarnya buat
apa
huhu.
*******
kalau misal ada masukan dan koreksian jika isi tulisan ini salah atau mis-informasi, silahkan komentar, dengan senang hati membuka kritik dan saran.
kalau misal ada masukan dan koreksian jika isi tulisan ini salah atau mis-informasi, silahkan komentar, dengan senang hati membuka kritik dan saran.
Komentar
Posting Komentar