Journal harian pindah ke sini
Senin ini mood ku baik sekali. Setelah sabtu ahad kemarin menghabiskan waktu di rumah. Akhir-akhir ini, berkumpul bersama Umik Abi dan adek terasa sangat menyenangkan. Bertemu mereka rasanya me-recharge energiku.
Aku sampai rumah sabtu sore, setengah jam sebelum adzan maghrib. Abi kebetulan hari itu ada acara training di Gresik kota. Pulang larut sekitar pukul 11. Sebelumnya, aku mengirimi beliau pesan whatsapp berkali-kali, tanya kapan beliau sampai rumah dan kapan pulang. Dijawab singkat "blm", yang maksudnya acara belum selesai dan belum pulang.
Pagi pukul 3, abi mengetuk kamarku, pelan sekali, yang anehnya aku bisa bangun. Sambil sedikit terkaget, aku langsung keluar kamar, tanpa mengecek hp waktu itu pukul berapa. Abi menjulurkan tangannya untuk salam, kucium tangannya. Kebiasan kami kalau bertemu setelah pisah beberapa waktu yang cukup lama. Karena Malam belum sempat bertemu, subuh Abi menemuiku. Mungkin, beliau tingkah sulungnya ini tidak biasa. Karena malamnya aku terlalu sering mengirip pesan whatsapp, tanya kapan pulang.
Setelah mencium tangan Abi, pikiranku belum genap, masih setengah sadar, sambil tanya apa sekarang sudah jam 5. Ternyata subuh pun belum. Abi kemudian menanyai soal kondisi kulit wajahku. Asal kalian tahu, 3 bulan ini aku sedang struggle dengan jerawat yang penuh semuka. Sampai-sampai, area kulit halus tinggal kelopak mata saja. Akhir-akhir ini, abi jadi salahsatu orang yang sangat perhatian atas perkembangan kondisi wajahku. Selain umik, yang menggunakan cara berbeda.
Umik lebih sering mengocehiku banyak hal, menyuruh untuk mencoba obat ini itu, membelikan racikan jamu yang pahitnya getir disuruh minum dua hari berturut-turut, membawakan daun sambiloto untuk dibuat masker dan air cuci muka, dan yang paling tidak masuk akal, beli obat cacing. Yang sampai sekarang belum kuminum. Kata Umik, mungkin aku cacingan, yang akhirnya mendetoks di muka, jadi jerawat. Lucu bukan teori itu.
Namun tanpa mengurangi apapun, Umik melakukan banyak hal tersebut kuyakini adalah menunjukkan kasih sayang dan perhatiannya, juga rasa panik. Bagaimana bisa, wajahku yang awalnya sehat wal afiat, berubah menjadi mencekam menakutkan.
Nanti kuceritakan soal perjalanan jerawat ini.
***
Nah pagi tadi juga begitu, Abi mengetuk pintu kamarku dengan lembut. Membangunkan sahur. malam sebelumnya sudah janjian dengan Umik untuk sahur. Umik tentu saja sudah menyiapkan menu sahur, lengkap dengan meletakkan nasi panas di dua piring. Untukku dan untuk Abi. Hari ini umik akan pergi ke Pacet, ada acara Raker Diniyah SD, menginap semalam, mungkin besok sore sudah pulang.
Makan berdua dengan Abi adalah momen langka, aku jarang di rumah. Abi juga kadang ada kesibukan sendiri di luar rumah Jika aku pulang pun, kami jarang makan bersama, mungkin waktu sarapan, itupun kalau Abi tidak sibuk.
Waktu kami sahur, umik sedang di kamarmandi di samping mushola, menuntaskan hajat buang air besar. Aku dan Abi makan di depan mushola, yang tepat di dapur. Abi dan aku jelaslah makan sambil sesekali mengobrol. Umik tidak mau kalah, menyahuti kami dengan banyak kalimat "Abi ojo lali nanti siang Alka belikan nasi bungkus, nanti minta apa tanyai", kalimat itu hanya salah satu dari banyak pesanUmik. Pagi tadi umik sibuk sekali, menyiapkan sahur, bilang ini itu karena umik akan pergi semalam, menginap sendiri, maksudku tanpa kami. Tentulah beliau meninggalkan tanggung-jawabnya sebagai kepala urusan rumah.
Aku jadi teringat satu episode di serial Reply 1988, waktu Ra Mi Ran pergi menginap beberapa hari di rumah ibunya. Di rumah, menyisakan Ayah, dan dua anak laki-laki. Yang waktu ditinggal ibu, rumah jadi kacau, berantakan, tanpa aturan.
Tanpa Ibu, yang biasanya ada figur Ibu, rumah pasti akan berantakan.
Beberapa hari yang lalu, waktu aku pulang yang hanya semalam saja. Subuhnya, Umik sudah menyiapkan bekal, juga kebutuhan yang harus kubawa ke Surabaya. Padahal selepas subuh, aku bahkan belum siap apa yang akan ku masukkan kedalam tasku. Sepertinya, kegiatan favorit Umik adalah menjadi Umik.
Pernah kutanya "Umik, makanan kesukaan Umik apa?" tau apa yang umik jawab?
Beliau menjawab
"Masak".
Dijawab apa, jawabnya apa.
Sepanjang hidupku jadi anak sulung umik, aku tidak tahu pasti apa makanan favoritnya. Umik jarang pilih-pilih makanan, apalagi Abi. Yang kutau, Umik tidak suka bubur ayam dan masakan yang rasanya asam keterlaluan. Katanya, bubur ayam seperti muntahan, dan makanan asam membuat giginya ngilu. Soal nasi, umik lebih suka nasi yang dimasak lebih kering, dari pada yang basah jemek seperti tekstur bubur, kebalikanku.
***
Sebenarnya, aku ingin menulis semuaaaaaaaa yang kuingat soal Umik dan Abi. Dua manusia favoritku. Figur Ayah dan Ibu yang tiada duanya. Meskipun bukan orang tua sempurna, yang tentunya cara mereka mendidik masih butuh beberapa koreksi dan tambahan. Aku jadi ingin jadi seperti Umik. Menjadi seorang Ibu yang sepenuhnya tulus seperti Umik, dan punya pasangan hidup yang seperti Abi.
Ah rasanya aku belum mau bisa berpisah dengan mereka.
Apa tulisan ini terbaca inkonsisten karena sekarang aku sedang mempersiapkan pernikahan, masksudku persiapan untuk kehidupan pernikahan kelak.Yang harusnya aku harus siap jika tiba-tiba berpisah dengan mereka. Tapi hey, untuk urusan siap, kalau ditanya sudah siap? pasti jawabannya selalu saja belum siap.
Yang penting adalah, sejauh apa persiapannya.
sampai jumpa di tulisanku yang lain.
Komentar
Posting Komentar