December 1st, 2023

Seharian ini, kegiatanku sibuk sekali, meskipun tidak berangkat sepagi biasanya, tapi rentetan kegiatan di kantor sangat menguras tenaga. Belum lagi ketika ada gesekan dan ke-tidak samaan pemahaman dalam komunikasi, aduh kacau sekali. Kalau diruntut dari pagi sampai petang, aku sibuk kesana kemari, dari mulai kantor lantai 1, pindah ke kantor lantai 3, naik ke kelasku yang ada di ujung lantai 4, berlawanan arah dengan kantor lantai 3, jauh sekali dan harus monday mandir.

Adalah seperti ini; mulai menyiapkan ruang kelas untuk acara penerima rapor besok, forum kelas dengan anak-anak, sesi foto dengan mereka, lalu mengangkut rapor dan kalender ke kelas, bertemu dengan wali santri yang booom!.. masyaallah sekali—hampir dua jam bersama psikolog konseling kelas 7, wali kelas ananda, musyrifah yang bertanggung jawab di kamar ananda, kepala sekolah dan saya sebagai penanggung jawab pelaksanaan Penilaian Akhir Semester 1.

Setelahnya, masih harus menyiapkan hal yang belum lengkap untuk kegiatan besok. Bahkan tadi siang pun, saya melewatkan meeting dengan tim English untuk perencanaan pembelajaran Semester depan.

Oh iya, perihal pertemuan dengan wali santri. Akan saya jelaskan disini, kasus apa yang sedang kami tangani. Sebut saja namanya Anin. Sepanjang 1 semester ini, Anin susah sekali diajak berkomunikasi, juga selalu melanggar kedisiplinan seperti berangkat sekolah telat, banyak tidak mengerjakan tugas, tidak mengenakan seragam, puncaknya yang sampai saya ikut-ikutan mengurusi Anin, karena dia telat berangkat ketika ujian semester pekan lalu, bukan 5 atau 10 menit, melainkan 1 jam 30 menit. Hal ini, dia lakukan berturut-turut selama 2 hari, di hari ketiga Anin terlambat 30 menit.

Anin dulunya adalah anak yang mengaku mengidap OCD dengan kecenderungan membersihkan tangannya berulang-ulang. Bukan hanya tangan, bahkan Anin tidak mau bersentuhan dengan teman ataupun bersalaman dengan gurunya. Selain itu, Anin juga selalu sibuk membersihkan peralatannya dengan tisu basah sampai habis 1 kantong plastik ukuran sedang setiap duduk. selalu menggunakan toilet ketika tidak ada orang, mengelap tempat duduk, peralatan makan dan juga apapun yang bisa dibersihkan di sekitarnya, bahkan Anin tidak mau membuka pintu dengan menyentuh gagang nya, dia perlu alas untuk menyentuh benda yang dianggapnya kotor.

Ketika itu, kami menangani Anin dengan intens; bertemu konseling dengan guru BK yang kebetulan juga adalah Pikolog. Tentang gangguan OCD ternyata tidak terbukti, karena Anin kerap sekali tidak taat peraturan, bahkan sering berbohong dan selalu menunda melakukan setiap kegiatan di pesantren dan sekolah yang sudah terjadwal.

Lambat laun, Anin makin menjadi. Dia sering membolos dan tiba-tiba menghilang. Pernah suatu hari, ketika ada agenda bersama di Hall, semua santri berkumpul, Anin tidak ada. Sontak semua satpam, guru dan siapapun yang bisa membantu bergerak mencari, di seluruh pelosok gedung dan wilayah pesantren, tidak ditemukan. Barulah sekitar siang pukul 2, ada yang mendapati Anin sedang meringkuk di tempat parkir, tidur dengan posisi duduk bersenter, kotor beralaskan pasir dan beton pinggiran tempat parkir.

Ditambah di keseharian nya.. bukan hanya sekali dua kali Anin terlambat datang ke sekolah, dia sering diam di kamar mandi, entah melakukan apa, bolos sholat berjamaah, dan jarang membersihkan lemari juga tempat tidurnya. 

Disamping semua ke tidak tertibkan dan permasalahan yang dia timbulkan, ketika dipanggil beberapa guru, koordinator tata tertib, wali kelas, sesi konseling dengan guru BK, bahkan kepala sekolah dan juga Bunda owner sekolah, respon Anin sama—hanya diam, tidak menanggapi dan sesekali mengangguk atau menggeleng.

Susah sekali kami berkomunikasi dengan Anin.

Puncaknya, ketika Anin melakukan pelanggaran ketika ujian, Rabu dan KamisAnin berangkat telat, pukul setengah sembilan baru ke sekolah, sorenya di hari Kamis itu saya jadwalkan untuk bertemu. Ananda sudah menggayakan ketika saya ingatkan, bahkan bukan hanya saya, ada wali kelas dan pengawas ujian yang juga sudah saya titipi pesan untuk menyampaikan perihal pertemuan selepas asar itu. Saya tunggu sampai maghrib, Anin tidak kunjung datang. Besoknya dia kembali datang ke sekolah terlambat, setengah jam.

Di hari Jumat, hari ketiga Anin datang terlambat, saya kembali jadwalkan untuk bertemu, dengan bantuan musyrifah, guru pendamping kamar ananda, juga bantuan semua teman kamar ananda untuk mengantar ke kantor, akhirnya kami bertemu.

3 tahun saya berinteraksi dengan peserta didik, baru kali ini mendapati kasus yang tidak ada titik temu. Saya ajak bicara, tidak ada jawaban, diam. Kemudian saya telfonkan ke orang tuanya dan memberi tahu mereka perihal kesalahan Anin, juga diam. Bunda Anin bahkan sampai panjang lebar menasihati, seperti air keran yang dibiarkan menyala dan meluber kemana-mana, tidak ditanggapi. Sesi tefon selama kurang lebih 30 menit yang saya rekam itu tidak mengahsilkan apapun, nihil.

Saya ajak sholat berjamaah, diam saja.

Saya persilahkan wushu pun, diam tidak menjawab.

Oh, ketika pengerjaan ujian di hari Kamis sebelumnya, Anin sempat menulis seperti ini di laptopnya, ada laporan dari pengawas ujian kepada saya.

Ketika saya konfirmasi ke musyrifah Anin, ternyat di kamar dia juga sering berkata kotor dan mengumpat, bahkan musyrifah tersebut pernah mendengar langsung.
Soal tulisan mengumpat itu, ketika saya tanya kepada Anin, tentu responsnya selalu sama, tidak perlu diragukan lagi, hanya diam.
Hal yang paling menjengkelkan dari semua kejadian itu adalah, orang tua Anin, lebih tepatnya Ibundanya. Selama komunikasi dari awal penanganan Anin, pihak orang tua tidak atau bisa dikatakan sangat sedikit, untuk berusaha memberikan keterbukaan serta solusi penyelesaian bersama terkait permasalahan anaknya.
Bahkan bisa dikatakan tidak pernah ada tindak lanjut. Orang tua pun tidak memberikan ketegasan sama sekali kepada putrinya, selalu percaya apa yang dikatakan Anin.

Bahkan, perihal keterlambatan di hari ketiga, yang 30 menit itu, beliau protes kepada saya.. “ustadzah, anak saya, kata Anin di hari Jumat tidak telat”

Saya kemudian konfirmasikan ke musyrifah Anin, menyampaikan perihal keberangkatan Anin ke sekolah di hari jumat ketika ujian, musyrifah mengaku “ananda berangkat pukul 7.36 ustadzah, saya yang bertugas mengunci pintu kamar di hari itu, saya ingat betul”

Soal bohongnya bukan cuma kali itu saja, ketika ustadzah wali kelas memberikan list tugas kepada Anin, untuk dikerjakan dan diselesaikan, Anin mengaku ke Bundanya kalau sama sekali tidak tahu tugas apa yang belum dia selesaikan.

Belum lagi soal perangainya yang suka berkata kotor ketika di kamar.

Kenapa hal ini jadi tanggung jawab dan kemudian saya terlibat? hukuman atas tindakan keterlambatan tersebut adalah menulis Ayat Al-Quran sebanyak 1 juz, sekitar 20 halaman selama 2 hari berturut-turut. Lagi-lagi, Ibunda Anin protes kepada saya, mengatakan kalau Anin hanya terlambat 2 kali.

Setelah saya beri penjelasan keterlambatan Anin adalah 3 kali berturut-turut, beliau tetap merasa keberatan atas hukuman tersebut. Padahal, saya juga mengatakan bahwa bukan hanya Anin saja yang mendapat hukuman tersebut, ah sepertinya tidak pantas disebut sebagai hukuma, adalah sebuah pelajaran.

Setelah melaksanakan sanksi tersebut pun, para pelanggar saya kumpulkan, saya beri nasihat, juga refleksi, menanayakan kepada mereka terkait perasaan dan tanggapan mereka setelah menulis kalimat bahasa arab yang tidak sedikit itu, banyak yang menangis dan mengaku jera, tidak mau mengulangi kesalahan dan pelanggaran yang sama.

Nah untuk kasus Ain, bahkan tidak sebaris pun dia menulis  sama seperti ke 13 pelanggar lain.

Setelah Ibunda Anin mecak-mencak di pesan WhatsApp, saya kemudian diskusikan dengan kepala sekolah. Dan terjadilah pertemuan siang tadi, yang sampai akhir pertemuan dan diskusi sepertinya tidak mendapatkan solusi dan tindakan yang akan dikerjakan orang tua Anin.

hal semacam ini akan terus berulang kepada saya, kenapa? yah karena ini bukti cinta Allah.. dengan memberikan ujian yang sama sekali tidak terpikirkan sebelumnya.

hal ini menjadikan saya belajar. bahwa mendidik anak di sekolah tidak melulu hanya tentang pelajaran, adab dan jg peraturan yang ada.

lebih dari itu, ketika permasalahan seperti ini tidak kunjung ditemukan titik kunci dan solusi, perlu ilmu dan pemahaman yang lebih luas lagi, mungkin untuk saat ini, tidak ada yang bisa menemukan penyelesaian masalah ini, kami harus menghadapi dan yah kita lihat nanti.

Phal awalnya saya kan bercerita perihal lelahnya kegiatan hari ini, tapi sudah sepanjang ini membahas Anin. Oh iya, tadi di akhir pertemuan, ternyata Anin ada jadwal temu dengan ustd yang bisaa meruqyah, tepat menit awal ini sepertinya akan dilakukan ruqyah.

Oh tadi, Ibunda dan Ayah. Anin juga sempat mengaku, kalau ananda pernah diberikan terapi agar bisa fokus belajar ketika SD kelas 3, bahkan ANin juga pernah kecanduan dengan hp, hal semacam ini baru mereka utarakan di pertemuan hari ini padahal 2 bulan yang lalu juga sudah dilaksanakan pertemuan yang hampir sama, hanya saja saya belum terlibat waktu ituu, tidak ada satupun dari orang tua yang mengaku perihal permasalahan yang dulu pernah Anin alami.

Ah dari sini saya belajar banyaaaaaa sekali, bahwa menjadi orang tua itu, bukan hanya melulu tentang aku, harus memahami opera sana juga kondisi anak sendiri.

ini ujian kami semua, semoga Allah selalu memberi keikhlasan, kesabaran dan kemudahan serta solusi atas hal iin.

Selamat malam!












Komentar

Postingan Populer