Sahabatku Menikah

Dua bulan lalu, tepatnya 19 Desember 2023 aku mendapat pesan kalimat pendek dari sabahat dekatku yang tinggal nun jauh disana, kita hanya berjarak beberapa kota saja sih hehe
Pesannya seperti ini:
“(memanggil dg panggilan yang biasa kita gunakan, selanjutnya akan ditulis dengan tanda ****) aku mau bilang sesuatu tapi jangan bilang siapa-siapa ya🙈”
2 jam setelahnya, aku baru membaca dan segera kujawab dengan penasaran.
Lalu 30 menit kemudian, dia membalas
“Aku rencana mau nikaah🫣”
“Mohon doa nya yaa ****”

Obrolan chat pun kemudian berlanjut ketika selepas isya, kami banyak berdiskusi dan akhirnya videocall selama 1 jam 3 menit, rekor durasi telfon terlama kita. Kebetulan di hari itu juga merupakan hari ulang tahunnya.

Setelah bercerita panjang lebar, yang kurasakan adalah bahagia yang membuncah, senang sekali namun juga sedih—sedih karena setelah menikah nanti, aku tau pasti akan ada yang berubah dengan ritme komunikasi kita. Dulu, aku pernah punya banyak sekali teman, atau mungkin bahkan beberapa sahabat yang ketika mereka kemudian menikah, pertemanan kita tak lagi sama seperti dulu. Hal tersebut tentulah wajar.

Selain sedih karena akan melalui fase perubahan dalam pertemanan, aku juga sedih karena ternyata aku juga mengidamkan hal yang sama.

****
Pernikahan dia sudah berjalan 5 hari. Hari Ahad kemarin, aku dan satu temanku yang lain menginap di rumah mempelai wanita. Kita berdua menemani malam terakhir sahabatku itu sebelum menjadi istri. Sampai tengah malam, selain kami banyak berbincang dan bercanda, beberapa hal kami siapkan bersama. Menyenangkan sekali euforia di rumah itu, saudara handai taulan berkumpul, tetangga menyiapkan masakan besar, tenda sudah terpasang megah, sound system super besar juga sudah lengkap di ujung tenda, tidak lupa dekorasi tempat duduk mempelai pun sedang dipasang.

Singkat cerita, pagi itu datang. Ahad 25 Februari 2025. Subuh buta, tim MUA sudah datang lengkap dengan peralatannya, 2 orang menyiapkan make up dan tatanan kerudung sahabatku. Pukul 7 kami berangkat ke Masjid dekan rumah. Suasana khidmad, syahdu serta khusyu' itu sangat menenangkan. Akupun ikut bergejolak rasanya, sambil menunggui Sahabatku yang tak kalah gemetarannya. Alhamdulillah proses ijab qabul berbahasa Arab itu lancar, tanpa ada kesalahan.

Tepat setelah akad, kami mengapit sahabatku untuk bertemu dengan suaminya. Suasanya haru tak bisa kubendung, aku menangis sejadi-jadinya, haru, bahagia, sedih bercampur jadi satu. Juga senang sekali melihat mereka bersanding bersama.

Mereka tidak pernah mengenal satu sama lain sebelumnya. Bahkan, proses pernikahan ini terbilang sangat cepat dan Masyaallah sangat mudah. Desember keluarga lelaki datang melamar, Februari akhir sudah melangsungkan pernikahan.

Mereka berdua berasal dari suku yang berbeda, Jawa dan Sunda. Lucu sekali ketika melihat sahabatku membisikkan terjemahan bahasa jawa ke bahasa Indonesia di telinga suaminya. Sampai ustad yang sedang mengisi sambutan pun membicarakan mereka.

Sahabatku akan turut serta mengikuti suami, dia bekerja di dekat ibu kota sana. Meskipun setelah lulus sekolah kami memang jarang bertemu, tapi dengan makin jauhnya jarak tempat tinggal kami, rasanya akan lebih susah untuk bertemu jika tidak sesuai momen, seperti libur lebaran, atau ketika kebetulan berada di kota yang sama.

***

Kemarin, ketika sebelum jam istirahat kedua, aku mendapat pesan dari sahabatku itu. Kebetuan aku sedang on WhatsApp. Jadi cepat sekali kami berbalas pesan. Sahabatku bilang punya suami bagaikan punya tamu 24 jam, aku harus selalu memastikan dia aman dan nyaman.

Ah senang sekali mendengarnya. Hari-hari kemarin mereka sibuk bertandang ke sanak saudara. Adat di jawa mengharuskan pengantin baru untuk mengunjungi dan bersilaturahmi ke semua sanak saudara dari ayah dan ibu. 

Mungkin, 2 hari lagi mereka akan berangkat. Meninggalkan tanah jawa ke tempat di ujung berlawanan pulau in i. Aku di timur, sedang sahabaku itu nanti akan tinggal di barat.

***
Di tanggal 24 Februari kemarin, aku menuliskan surat pernikahan untuk nya. Isinya.. tentulah tentang kebahagiaan perihal pernikahan mereka, dan juga ucapan terimakasih sudah  menjadi sahabatku selama ini, kami mengenal selama lebih dari separuh umur kami. Aku tau bagaimana kebiasaan dia dulu ketika di pesantren, perangainya, bahkan kami pun mencuci pakaian bersama. Meskipun sejak lulus aku tidak begitu dekat lagi seperti di pesantren dulu, tapi dia tetap sahabatku, sayang sekali aku dengannya.

Di antara berempat, hanya dia yang sudah menikah. Umur kami sudah tidak remaja lagi, 26 tahun dan akan bertambah setiap detiknya. Akan ada waktunya satu persatu dari kami juga menikah. Setelah itu, aku ingin keluarga kami tetap menjadi sahabat satu sama lain. Berbagi kebahagiaan bersama, bersua, bersilaturahmi, belajar bersama.

****
Setelah pernikahan sahabatku ini, aku jadi lebih memikirkan algi tentang konsep pernikahan dan keluargaku kelak. Setelah pernikahan sahabatku ini, pasti akan ada proses tahapan lalin yang akan menyusul. Entah dimulai dari ku atau dari salah satu dari kami bertiga.

Setelah pernikahan sahabatku ini, "Pernikahan ku nanti" menjadi sebuah deadline. Aku jadi harus menentukan tujuan dan juga ketercapaian pembelajaran mengenai materi parenting dan pernikahan yang sedang kupelajari sekarang.

Sebelum deadline itu datang, aku menjadi harus selalu memperbaiki diri dengan lebih keras dari sebelumnya. Masa depan akan selalu menjadi misteri, tapi dengan mempersiapkannya akan menjadi misteri yang sungguh menakjubkan.

Kata umik "ya jodoh datangnya tidak disangka memang, mbak".

Tak perlulah aku risau dengan siapa, tapi aku hanya perlu fokus untuk menjadi seperti apa nanti ketika bertemu dengan dia, imam yang akan memimpin dan menjadi nahkoda kapal keluarga kami kelak.

****

Bismillah ya Rabb..

Komentar

Postingan Populer